Pengertian Kurikulum, Standar Kompetensi dan
Kompetensi Dasar
I.
PENDAHULUAN
A. Gambaran Umum
Pemberlakuan
peraturan dan perundangan-undangan yang berkaitan dengan pelaksanaan otonomi
pendidikan menuntut adanya upaya pembagian kewenangan dalam berbagai bidang
pemerintahan. Hal tersebut membawa implikasi terhadap sistem dan
penyelenggaraan pendidikan termasuk pengembangan dan pelaksanaan kurikulum.
Tiga hal penting yang perlu mendapat perhatian, yaitu:
1. Diversifikasi Kurikulum yang merupakan
proses penyesuaian, perluasan, pendalaman materi pembelajaran agar dapat
melayani keberagaman kebutuhan dan tingkat kemampuan peserta didik serta
kebutuhan daerah/lokal dengan berbagai kompleksitasnya.
2. Penetapan Standar Kompetensi (SK),
dimaksudkan untuk menetapkan ukuran minimal atau secukupnya, mencakup kemampuan
pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang harus dicapai, diketahui, dilakukan,
dan mahir dilakukan oleh peserta didik pada setiap tingkatan secara maju dan
berkelanjutan sebagai upaya kendali dan jaminan mutu.
3. Pembagian kewenangan antara Pemerintah
Pusat dan Provinsi/ Kabupaten/Kota sebagai Daerah Otonomi merupakan pijakan
utama untuk lebih memberdayakan daerah dalam penyelenggaraan pendidikan sesuai
dengan potensi daerah yang bersangkutan.
4. Untuk merespon ketiga hal tersebut di
atas, Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) telah melakukan penyusunan
Standar Isi (SI), yang kemudian dituangkan kedalam Peraturan Menteri Pendidikan
Nasional (Permendiknas) nomor 22 tahun 2006, yang mencakup komponen:
a) Standar Kompetensi (SK), merupakan ukuran
kemampuan minimal yang mencakup pengetahuan, keterampilan dan sikap yang harus
dicapai, diketahui, dan mahir dilakukan oleh peserta didik pada setiap tingkatan
dari suatu materi yang diajarkan.
b)
Kompetensi
Dasar (KD), merupakan penjabaran SK peserta didik yang cakupan materinya lebih
sempit dibanding dengan SK peserta didik.
B. Pendidikan Berbasis Kompetensi
Undang-Undang (UU)
Republik Indonesia (RI) nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional pada
Bab II Pasal 3 menjelaskan bahwa Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan
kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bemartabat dalam
rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi
peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang
Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi
warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Standar kompetensi lulusan (SKL) suatu
jenjang pendidikan sesuai dengan tujuan pendidikan nasional mencakup komponen
ketakwaan, akhlak, pengetahuan, ketrampilan, kecakapan, kemandirian,
kreativitas, kesehatan, dan kewarganegaraan. Semua komponen pada
tujuan pendidikan nasional harus tecermin pada kurikulum dan sistem
pembelajaran pada semua jenjang pendidikan. Sesuai dengan tujuan pendidikan
nasional, tugas sekolah adalah mengembangkan potensi peserta didik secara
optimal menjadi kemampuan untuk hidup di masyarakat dan ikut menyejahterakan
masyarakat. Lulusan suatu jenjang pendidikan harus memiliki pengetahuan dan
keterampilan serta berperilaku yang baik.
Untuk itu peserta
didik harus mampu menerapkan pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki sesuai
dengan standar yang ditetapkan. SKL merupakan bagian dari upaya peningkatan
mutu pendidikan yang diarahkan untuk pengembangan potensi peserta didik sesuai
dengan perkembangan ilmu, teknologi, seni, serta pergeseran paradigma
pendidikan yang berorientasi pada kebutuhan peserta didik.
SKL adalah satu dari 8 standar nasional
pendidikan (SNP), yang merupakan kompetensi lulusan minimal yang berlaku di
wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Dengan adanya SKL,
kita memiliki patok mutu, baik evaluasi bersifat mikro seperti kualitas proses
dan kualitas produk pembelajaran, maupun evaluasi makro seperti efektivitas dan
efisiensi program pendidikan, sehingga ke depan pendidikan kita akan melahirkan
standar mutu yang dapat dipertanggungjawabkan pada setiap jalur, jenis dan
jenjang pendidikan. SKL mata pelajaran selanjutnya dijabarkan ke dalam SK dan
KD.
Selain mengacu pada SKL, pengembangan SK
peserta didik dalam suatu mata pelajaran juga mengacu pada struktur keilmuan
dan perkembangan peserta didik, yang dikembangkan oleh para pakar mata
pelajaran, pakar pendidikan dan pakar psikologi perkembangan, dengan mengacu
pada prinsip-prinsip:
1.
Peningkatan
Keimanan, Budi Pekerti Luhur, dan Penghayatan Nilai-Nilai Budaya.
Keimanan, budi pekerti luhur, dan nilai-nilai budaya perlu digali, dipahami, dan diamalkan untuk mewujudkan karakter dan martabat bangsa.
Keimanan, budi pekerti luhur, dan nilai-nilai budaya perlu digali, dipahami, dan diamalkan untuk mewujudkan karakter dan martabat bangsa.
2.
Keseimbangan
Etika, Logika, Estetika, dan Kinestetika.
Kegiatan Pembelajaran dirancang dengan memperhatikan keseimbangan etika, logika, estetika, dan kinestetika.
Kegiatan Pembelajaran dirancang dengan memperhatikan keseimbangan etika, logika, estetika, dan kinestetika.
3.
Penguatan
Integritas Nasional.
Penguatan integritas nasional dicapai melalui pendidikan yang menumbuhkembangkan dalam diri peserta didik sebagai bangsa Indonesia melalui pemahaman dan penghargaan terhadap perkembangan budaya dan peradaban bangsa Indonesia yang mampu memberikan sumbangan terhadap peradaban dunia.
4. Perkembangan Pengetahuan dan Teknologi Informasi.
Kemampuan berpikir dan belajar dengan cara mengakses, memilih, dan menilai pengetahuan untuk mengatasi situasi yang cepat berubah dan penuh ketidakpastian serta menghadapi perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi informasi.
Penguatan integritas nasional dicapai melalui pendidikan yang menumbuhkembangkan dalam diri peserta didik sebagai bangsa Indonesia melalui pemahaman dan penghargaan terhadap perkembangan budaya dan peradaban bangsa Indonesia yang mampu memberikan sumbangan terhadap peradaban dunia.
4. Perkembangan Pengetahuan dan Teknologi Informasi.
Kemampuan berpikir dan belajar dengan cara mengakses, memilih, dan menilai pengetahuan untuk mengatasi situasi yang cepat berubah dan penuh ketidakpastian serta menghadapi perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi informasi.
4.
Pengembangan
Kecakapan Hidup.
Kurikulum mengembangkan kecakapan hidup melalui budaya membaca, menulis, dan kecakapan hitung; keterampilan, sikap, dan perilaku adaptif, kreatif, kooperatif, dan kompetitif; dan kemampuan bertahan hidup.
Kurikulum mengembangkan kecakapan hidup melalui budaya membaca, menulis, dan kecakapan hitung; keterampilan, sikap, dan perilaku adaptif, kreatif, kooperatif, dan kompetitif; dan kemampuan bertahan hidup.
5.
Pilar
Pendidikan.
Kurikulum mengorganisasikan fondasi belajar ke dalam lima pilar sesuai dengan Panduan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), yaitu: (a) belajar untuk beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa; (b) belajar untuk memahami dan menghayati; (c) belajar untuk mampu melaksanakan dan berbuat secara efektif; (d) belajar untuk hidup bersama dan berguna untuk orang lain; dan (e) belajar untuk membangun dan menemukan jati diri melalui proses belajar yang aktif, kreatif, efektif dan menyenangkan.
Kurikulum mengorganisasikan fondasi belajar ke dalam lima pilar sesuai dengan Panduan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), yaitu: (a) belajar untuk beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa; (b) belajar untuk memahami dan menghayati; (c) belajar untuk mampu melaksanakan dan berbuat secara efektif; (d) belajar untuk hidup bersama dan berguna untuk orang lain; dan (e) belajar untuk membangun dan menemukan jati diri melalui proses belajar yang aktif, kreatif, efektif dan menyenangkan.
6.
Menyeluruh
dan Berkesinambungan.
Kompetensi mencakup keseluruhan dimensi kemampuan yaitu pengetahuan, keterampilan, nilai dan sikap, pola pikir dan perilaku yang disajikan secara berkesinambungan mulai dari usia taman kanak-kanak atau raudhatul athfal sampai dengan pendidikan menengah.
Kompetensi mencakup keseluruhan dimensi kemampuan yaitu pengetahuan, keterampilan, nilai dan sikap, pola pikir dan perilaku yang disajikan secara berkesinambungan mulai dari usia taman kanak-kanak atau raudhatul athfal sampai dengan pendidikan menengah.
7.
Belajar
Sepanjang Hayat.
Pendidikan diarahkan pada proses pembudayaan dan pemberdayaan peserta didik yang berlanjut sepanjang hayat dengan mencerminkan keterkaitan antara unsur-unsur pendidikan formal, nonformal dan informal, sambil memperhatikan kondisi dan tuntutan lingkungan yang selalu berkembang serta arah pengembangan manusia seutuhnya.
Pendidikan diarahkan pada proses pembudayaan dan pemberdayaan peserta didik yang berlanjut sepanjang hayat dengan mencerminkan keterkaitan antara unsur-unsur pendidikan formal, nonformal dan informal, sambil memperhatikan kondisi dan tuntutan lingkungan yang selalu berkembang serta arah pengembangan manusia seutuhnya.
SK peserta didik
dalam suatu mata pelajaran dijabarkan dari SKL lulusan, yakni
kompetensi-kompetensi minimal yang harus dikuasai lulusan tertentu. Kemampuan
yang dimiliki lulusan dicirikan dengan pengetahuan dan kemampuan atau
kompetensi lulusan yang merupakan modal utama untuk bersaing di tingkat global,
karena persaingan yang terjadi adalah pada kemampuan sumber daya manusia (SDM).
Oleh karena itu, penerapan pendidikan berbasis kompetensi diharapkan akan
menghasilkan lulusan yang mampu berkompetisi di tingkat regional, nasional, dan
global.
Kualitas
pendidikan sangat ditentukan oleh kemampuan sekolah dalam mengelola proses
pembelajaran, dan lebih khusus lagi adalah proses pembelajaran yang terjadi di
kelas. Sesuai dengan prinsip otonomi dan Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis
Sekolah (MPMBS), pelaksana pembelajaran, dalam hal ini guru, perlu diberi
keleluasaan dan diharapkan mampu menyiapkan silabus, memilih strategi
pembelajaran, dan penilaiannya sesuai dengan kondisi dan potensi peserta didik
dan lingkungan masing-masing. Berdasarkan pertimbangan tersebut maka perlu
dibuat buku pedoman cara mengembangkan silabus berbasis kompetensi. Pedoman
pengembangan silabus yang meliputi dua macam, yaitu pedoman umum dan pedoman
khusus untuk setiap mata pelajaran.
Pedoman umum
pengembangan silabus memberi penjelasan secara umum tentang prosedur dan cara
mengembangkan SK dan KD menjadi indikator pencapaian kompetensi, materi
pembelajaran, kegiatan pembelajaran, penilaian, alokasi waktu, sumber belajar.
Sedangkan pedoman khusus menjelaskan mekanisme pengembangan sesuai dengan
karakteristik mata pelajaran yang disertai contoh-contoh untuk lebih
memperjelas langkah-langkah pengembangan silabus.
C. Kurikulum Berbasis Kompetensi
Pendidikan
berbasis kompetensi mencakup kurikulum, paedagogi dan penilaian. Oleh karena
itu, pengembangan KTSP memiliki pendekatan berbasis kompetensi karena merupakan
konsekuensi dari pendidikan berbasis kompetensi. Di dalam SI dinyatakan bahwa:
KTSP yang berbasis kompetensi merupakan seperangkat rencana dan pengaturan
tentang kompetensi yang dibakukan dan cara pencapaiannya disesuaikan dengan
keadaan dan kemampuan daerah. Kompetensi perlu dicapai secara tuntas (belajar
tuntas). Bimbingan diperlukan untuk melayani perbedaan individual melalui
program remidial dan pengayaan.
Pengembangan
kurikulum berbasis kompetensi harus berkaitan dengan tuntutan SKL, SK dan KD,
organisasi kegiatan pembelajaran, dan aktivitas untuk mengembangkan dan
memiliki kompetensi seefektif mungkin. Proses pengem¬bangan kurikulum berbasis
kompetensi menggunakan asumsi bahwa peserta didik yang akan belajar telah
memiliki pengetahuan dan keterampilan awal yang dibutuhkan untuk menguasai
kompetensi tertentu.
D. Pembelajaran Berbasis Kompetensi
Pembelajaran berbasis kompetensi adalah
program pembelajaran di mana hasil belajar atau kompetensi yang diharapkan
dicapai oleh peserta didik, sistem penyampaian, dan indikator pencapaian hasil belajar
dirumuskan secara tertulis sejak perencanaan dimulai (McAshan, 1989:19).
Dalam pembelajaran berbasis kompetensi
perlu ditentukan standar minimum kompetensi yang harus dikuasai peserta didik.
Sesuai pendapat tersebut, komponen materi pembela¬jaran berbasis kompetensi
meliputi: (1) kompetensi yang akan dicapai; (2) strategi penyampaian untuk
mencapai kompetensi; (3) sistem evaluasi atau penilaian yang digunakan untuk
menentukan keberhasilan peserta didik dalam mencapai kompetensi.
Kompetensi yang harus dikuasai oleh
peserta didik perlu dirumuskan dengan jelas dan spesifik. Perumusan dimaksud
hendaknya didasarkan atas prinsip “relevansi dan konsistensi antara kompetensi
dengan materi yang dipelajari, waktu yang tersedia, dan kegiatan serta
lingkungan belajar yang digunakan” (McAshan, 1989:20). Langkah-langkah yang
perlu dilakukan untuk mendapatkan perumusan kompetensi yang jelas dan spesifik,
antara lain dengan melaksanakan analisis kebutuhan, analisis tugas, analisis
kompetensi, penilaian oleh profesi dan pendapat pakar mata pelajaran,
pendekatan teoritik, dan telaah buku teks yang relevan dengan materi yang
dipelajari (Kaufman, 1982: 16; Bratton, 1991: 263).
Konsep
pembelajaran berbasis kompetensi menyaratkan dirumuskannya secara jelas
kompetensi yang harus dimiliki atau ditampilkan peserta didik setelah mengikuti
kegiatan pembelajaran. Dengan tolokukur pencapaian kompetensi maka dalam
kegiatan pembelajaran peserta didik akan terhindar dari mempelajari materi yang
tidak perlu yaitu materi yang tidak menunjang tercapainya penguasaan
kompetensi.
Pencapaian setiap kompetensi tersebut
terkait erat dengan sistem pembelajaran. Dengan demikian komponen minimal
pembelajaran berbasis kompetensi adalah:
a. pemilihan
dan perumusan kompetensi yang tepat.
b. spesifikasi indikator penilaian untuk menentukan
pencapaian kompetensi.
c. pengembangan sistem penyampaian yang fungsional
dan relevan dengan kompetensi dan sistem penilaian.
Penerapan konsep dan prinsip pembelajaran berbasis kompetensi diharapkan
bermanfaat untuk:
1)
menghindari
duplikasi dalam pemberian materi pembelajaran yang disampaikan guru harus
benar-benar relevan dengan kompetensi yang ingin dicapai.
2)
mengupayakan
konsistensi kompetensi yang ingin dicapai dalam mengajarkan suatu mata
pelajaran. Dengan kompetensi yang telah ditentukan secara tertulis, siapa pun
yang mengajarkan mata pelajaran tertentu tidak akan bergeser atau menyimpang
dari kompetensi dan materi yang telah ditentukan.
3)
meningkatkan
pembelajaran sesuai dengan kebutuhan, kecepatan, dan kesempatan peserta didik.
4)
membantu
mempermudah pelaksanaan akreditasi. Pelaksanaan akreditasi akan lebih
dipermudah dengan menggunakan tolokukur SK.
5)
memperbarui
sistem evaluasi dan pelaporan hasil belajar peserta didik. Dalam pembelajaran
berbasis kompetensi, keberhasilan peserta didik diukur dan dilaporkan berdasar
pencapaian kompetensi atau subkompetensi tertentu, bukan didasarkan atas
perbandingan dengan hasil belajar peserta didik yang lain.
6)
memperjelas
komunikasi dengan peserta didik tentang tugas, kegiatan, atau pengalaman
belajar yang harus dilakukan dan cara yang digunakan untuk menentukan
keberhasilan belajarnya.
7)
meningkatkan
akuntabilitas publik. Kompetensi yang telah disusun, divalidasikan, dan
dikomunikasikan kepada publik, sehingga dapat digunakan untuk mempertanggungjawabkan
kegiatan pembelajaran kepada publik.
h. memperbaiki sistem sertifikasi. Dengan perumusan kompetensi yang lebih spesifik dan terperinci, sekolah dapat mengeluarkan sertifikat atau transkrip yang menyatakan jenis dan aspek kompetensi yang dicapai.
h. memperbaiki sistem sertifikasi. Dengan perumusan kompetensi yang lebih spesifik dan terperinci, sekolah dapat mengeluarkan sertifikat atau transkrip yang menyatakan jenis dan aspek kompetensi yang dicapai.
E. Standar Kompetensi
1. Standar Kompetensi Lulusan SMA
Standar Kompetensi
Lulusan Satuan Pendidikan (SKL-SP) dikembangkan berdasarkan tujuan setiap
satuan pendidikan, yakni: Pendidikan Menengah yang terdiri atas
SMA/MA/SMALB/Paket C bertujuan: meningkatkan kecerdasan, pengetahuan,
kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti
pendidikan lebih lanjut.
Acuan untuk
merumuskan kompetensi lulusan dapat berupa landasan yuridis yaitu peraturan
perundang-undangan yang berlaku, dan persyaratan yang ditentukan oleh pengguna
lulusan atau dunia kerja (workplace). Secara yuridis, kompetensi lulusan SMA
dapat dijabarkan dari perumusan tujuan pendidikan yang terdapat di dalam UU
nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Bab II Pasal 3
dijelaskan bahwa Pendidikan Nasional bertujuan untuk berkembangnya potensi
peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang
Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi
warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Selain berdasarkan peraturan
perundang-undangan, kompetensi lulusan SMA juga dapat dirumuskan berdasarkan
persyaratan yang ditentukan oleh pengguna lulusan atau dunia kerja
(workplace/stakeholder). Sebagai contoh di Australia, dalam mengatasi masalah
relevansi pendidikan, selalu diusahakan adanya jalinan kerja sama antara
sekolah dengan dunia industri.
Usaha dimaksud dengan melalui
pengintegrasian SK yang ditentukan oleh industri ke dalam kurikulum sekolah.
“Dunia industri menentukan standar kompetensi lulusan berupa pengetahuan dan
keterampilan yang harus dikuasai seseorang agar memiliki kompetensi untuk
memasuki dunia kerja” (Adams, 1995: 3). Secara garis besar, kompetensi dimaksud
merupakan paduan antara pengetahuan, keterampilan, dan penerapan pengetahuan
dan keterampilan tersebut dalam melaksanakan tugas di lapangan kerja. Secara
rinci, kompetensi dimaksud meliputi: (a) keterampilan melaksanakan tugas pokok;
(b) keterampilan mengelola; (c) keterampilan melaksanakan pengelolaan dalam
keadaan mendesak; (d) keterampilan berinteraksi dengan lingkungan kerja dan
bekerja sama dengan orang lain; dan (e) keterampilan menjaga kesehatan dan
keselamatan kerja.
Perumusan aspek-aspek kompetensi secara rinci
dapat dilakukan dengan menganalisis kompetensi. Bloom et al. (1956: 17)
menganalisis kompetensi menjadi tiga aspek, dengan tingkatan yang berbeda-beda
setiap aspeknya, yaitu kompetensi:
a) kognitif, meliputi tingkatan pengetahuan,
pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis, dan penilaian.
b) afektif, meliputi pemberian respons,
penilaian, apresiasi, dan internalisasi.
c) sikomotorik, meliputi keterampilan gerak
awal, semi rutin dan rutin.
Berbeda dengan Bloom, Hall & Jones (1976: 48)
membagi kompetensi menjadi 5 macam, yaitu kompetensi:
a)
kognitif
yang mencakup pengetahuan, pemahaman, dan perhatian.
b)
afektif
yang menyangkut nilai, sikap, minat, dan apresiasi
c)
penampilan
yang menyangkut demonstrasi keterampilan fisik atau psikomotorik.
d)
produk
atau konsekuensi yang menyangkut keterampilan melakukan perubahan terhadap
pihak lain.
e)
eksploratif
atau ekspresif, menyangkut pemberian pengalaman yang mempunyai nilai kegunaan
di masa depan, sebagai hasil samping yang positif.
Sehubungan dengan
kompetensi yang dijabarkan dari tujuan pendidikan nasional, ada dua butir
kompetensi yang perlu mendapatkan perhatian yaitu pertama kecakapan hidup (life
skill) dan kedua keterampilan sikap.
Kecakapan hidup (life skill) merupakan
kecakapan untuk menciptakan atau menemukan pemecahan masalah-masalah baru
(inovasi) dengan menggunakan fakta, konsep, prinsip, atau prosedur yang telah
dipelajari. Penemuan pemecahan masalah baru itu dapat berupa proses maupun
produk yang bermanfaat untuk mempertahankan, meningkatkan, atau memperbarui
hidup dan kehidupan peserta didik.
Kecakapan hidup
tersebut diharapkan dapat dicapai melalui berbagai pengalaman belajar peserta
didik. Dari berbagai pengalaman mempelajari berbagai materi pembelajaran,
diharapkan peserta didik memperoleh hasil samping yang positif berupa upaya memanfaatkan
pengetahuan, konsep, prinsip dan prosedur untuk memecahkan masalah baru dalam
bentuk kecakapan hidup. Di samping itu, hendaknya kecakapan hidup tersebut
diupayakan pencapaiannya dengan mengintegrasikannya pada topik dan pengalaman
belajar yang relevan dengan kehidupan sehari-hari.
Sebagai contoh, seorang peserta didik tinggal di sebuah kampung pedalaman di tepi sungai. Di sekolah dia telah mempelajari dinamo pembangkit tenaga listrik dan sifat-sifat arus air yang antara lain dapat menggerakkan turbin atau baling-baling. Peserta didik tersebut kemudian memanfaatkan air sungai untuk menggerakkan baling-baling yang dihubungkan dengan dinamo yang digantungkan di permukaan air di tengah sungai, sehingga diperoleh aliran listrik yang dapat digunakan untuk penerangan. Contoh lain, peserta didik yang telah mempelajari bejana berhubungan dan sifat-sifat air yang tidak menghantarkan udara, lalu menciptakan “leher angsa” dari bahan tanah liat untuk penahan bau dalam pembuatan WC, dapat membuat alat untuk menyiram tanaman hias yang digantung.
Sebagai contoh, seorang peserta didik tinggal di sebuah kampung pedalaman di tepi sungai. Di sekolah dia telah mempelajari dinamo pembangkit tenaga listrik dan sifat-sifat arus air yang antara lain dapat menggerakkan turbin atau baling-baling. Peserta didik tersebut kemudian memanfaatkan air sungai untuk menggerakkan baling-baling yang dihubungkan dengan dinamo yang digantungkan di permukaan air di tengah sungai, sehingga diperoleh aliran listrik yang dapat digunakan untuk penerangan. Contoh lain, peserta didik yang telah mempelajari bejana berhubungan dan sifat-sifat air yang tidak menghantarkan udara, lalu menciptakan “leher angsa” dari bahan tanah liat untuk penahan bau dalam pembuatan WC, dapat membuat alat untuk menyiram tanaman hias yang digantung.
Selain kecakapan
yang bersifat teknis (vokasional), kecakapan hidup mencakup juga kecakapan
sosial (social skills), misalnya kecakapan mengadakan negosiasi, kecakapan
memilih dan mengambil posisi diri, kecakapan mengelola konflik, kecakapan
mengadakan hubungan antar pribadi, kecakapan memecahkan masalah, kecakapan
mengambil keputusan secara sistematis, kecakapan bekerja dalam sebuah tim,
kecakapan berorganisasi, dan lain sebagainya.
Keterampilan sikap
(afektif) mencakup dua hal. Pertama, sikap yang berkenaan dengan nilai, moral,
tata susila, baik, buruk, demokratis, terbuka, dermawan, jujur, teliti, dan
lain sebagainya. Kedua, sikap terhadap materi dan kegiatan pembelajaran,
seperti menyukai, menyenangi, memandang positif, menaruh minat, dan lain
sebagainya. Mengingat sulitnya merumuskan, mengajarkan, dan mengevaluasi aspek
afektif, seringkali kompetensi afektif tersebut tidak dimasukkan dalam program
pembelajaran. Sama halnya dengan kecakapan hidup, kompetensi afektif hendaknya
diupayakan pencapaiannya melalui pengintegrasian dengan topik-topik dan
pengalaman belajar yang relevan.
Sejalan dengan
tujuan pendidikan nasional, kompetensi yang diharapkan dimiliki oleh lulusan
atau tamatan Sekolah Menengah Atas (SMA.) dapat dirumuskan sebagai berikut:
a.
a.
·
Berkenaan
dengan aspek afektif, peserta didik memiliki keimanan dan ketakwaan terhadap
Tuhan Yang Maha Esa sesuai ajaran agama masing-masing yang tercermin dalam
perilaku sehari-hari; memiliki nilai-nilai etika dan estetika, serta mampu
mengamalkan dan mengekspresikannya dalam kehidupan sehari-hari; memiliki
nilai-nilai demokrasi, toleransi, dan humaniora, serta menerapkannya dalam
kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara baik dalam lingkup nasional
maupun global.
·
Berkenaan
dengan aspek kognitif, menguasai ilmu, teknologi, dan kemampuan akademik untuk
melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.
·
Berkenaan
dengan aspek psikomotorik, memiliki keterampilan berkomunikasi, kecakapan
hidup, dan mampu beradaptasi dengan perkembangan lingkungan sosial, budaya dan
lingkungan alam baik lokal, regional, maupun global; memiliki kesehatan jasmani
dan rohani yang bermanfaat untuk melaksanakan tugas/kegiatan sehari-hari.
Berdasarkan rumusan tersebut, maka
kompetensi dapat dikelompokkan menjadi kompetensi yang berkenaan dengan bidang
moral keagamaan, kemanusiaan (humaniora), komunikasi, estetika, dan IPTEK.
Hal ini tercantum dalam Permendiknas nomor 23
tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan Untuk Satuan Pendidikan Dasar dan
Menengah, Pasal 1:
(1) Standar Kompetensi Lulusan untuk Satuan Pendidikan Dasar dan menengah digunakan sebagai pedoman penilaian dalam menentukan kelulusan peserta didik.
(2) Standar Kompetensi Lulusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi standar kompetensi lulusan minimal Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah, Standar Kompetensi Lulusan minimal kelompok mata pelajaran, dan standar kompetensi lulusan minimal mata pelajaran.
(3) Standar Kompetensi Lulusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum pada Lampiran Peraturan Menteri ini.
(1) Standar Kompetensi Lulusan untuk Satuan Pendidikan Dasar dan menengah digunakan sebagai pedoman penilaian dalam menentukan kelulusan peserta didik.
(2) Standar Kompetensi Lulusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi standar kompetensi lulusan minimal Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah, Standar Kompetensi Lulusan minimal kelompok mata pelajaran, dan standar kompetensi lulusan minimal mata pelajaran.
(3) Standar Kompetensi Lulusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum pada Lampiran Peraturan Menteri ini.
SKL Satuan Pendidikan untuk SMA sebagaimana yang
tercantum pada lampiran Permendiknas nomor 23 tahun 2006, adalah:
a)
Berperilaku
sesuai dengan ajaran agama yang dianut sesuai dengan perkembangan remaja.
b)
Mengembangkan
diri secara optimal dengan memanfaatkan kelebihan diri serta memperbaiki
kekurangannya;
c)
Menunjukkan
sikap percaya diri dan bertanggung jawab atas perilaku, perbuatan, dan
pekerjaannya;
d)
Berpartisipasi
dalam penegakan aturan-aturan sosial;
e)
Menghargai
keberagaman agama, bangsa, suku, ras, dan golongan sosial ekonomi dalam lingkup global;
f)
Membangun
dan menerapkan informasi dan pengetahuan secara logis, kritis, kreatif, dan
inovatif;
g)
Menunukkan
kemampuan berpikir logis, kritis, kreatif, dan inovatif dalam pengambilan
putusan;
h)
Menunjukkan
kemampuan mengembangkan budaya belajar untuk pemberdayaan diri;
i)
Menunjukkan
sikap kompetitif dan sportif untuk mendapatkan hasil yang terbaik;
j)
Menunjukkan
kemampuan menganalisis dan memecahkan masalah kompleks;
k)
Menunjukkan
kemampuan menganalisis gejala alam dan sosial;
l)
Memanfaatkan
lingkungan secara produktif dan bertanggung jawab;
m)
Berpartisipasi
dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara secara demokratis dalam
wadah NKRI;
n)
Mengekspresikan
diri melalui kegiatan seni dan budaya;
o)
Mengapresiasi
karya seni dan budaya;
p)
Menghasilkan
karya kreatif, baik individual maupun kelompok;
q)
Menjaga
kesehatan dan keamanan diri, kebugaran jasmani, serta kebersihan lingkungan;
r)
Berkomunikasi
lisan dan tulisan secara efektif dan santun;
s)
Memahami
hak dan kewajiban diri dan orang lain dalam pergaulan di masyarakat;
t)
Menghargai
adanya perbedaan pendapat dan berempati terhadap orang lain;
u)
Menunjukkan
keterampilan membaca dan menulis naskah secara sistematis dan estetis;
v)
Menunjukkan
keterampilan menyimak, membaca, menulis, dan berbicara dalam bahasa Indonesia
dan Inggris;
w)
Menguasai
pengetahuan yang diperlukan untuk mengikuti pendidikan tinggi.
x) Berdasarkan profil kompetensi lulusan tersebut
selanjutnya dijabarkan ke dalam sejumlah SK dan Kompetensi mata pelajaran yang
relevan yang diperlukan untuk mencapai kebulatan kompetensi tersebut.
2. Standar Kompetensi Mata Pelajaran
a. Pengertian Standar Kompetensi Mata
Pelajaran
Untuk memantau perkembangan
mutu pendidikan diperlukan SK. SK dapat didefinisikan sebagai “pernyataan
tentang pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang harus dikuasai peserta didik
serta tingkat penguasaan yang diharapkan dicapai dalam mempelajari suatu mata
pelajaran” (Center for Civ¬ics Education, 1997:2).
Menurut definisi tersebut, SK mencakup dua hal,
yaitu standar isi (content standards), dan standar penampilan (performance
stan-dards).
SK yang menyangkut isi berupa pernyataan tentang pengetahuan, sikap dan keterampilan yang harus dikuasai peserta didik dalam mempelajari mata pelajaran tertentu seperti Kewarganegaraan, Matematika, Fisika, Biologi, Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris. SK yang menyangkut tingkat penampilan adalah pernyataan tentang kriteria untuk menentukan tingkat penguasaan peserta didik terhadap SI.
SK yang menyangkut isi berupa pernyataan tentang pengetahuan, sikap dan keterampilan yang harus dikuasai peserta didik dalam mempelajari mata pelajaran tertentu seperti Kewarganegaraan, Matematika, Fisika, Biologi, Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris. SK yang menyangkut tingkat penampilan adalah pernyataan tentang kriteria untuk menentukan tingkat penguasaan peserta didik terhadap SI.
Dari uraian tersebut dapat dikemukakan bahwa SK
memiliki dua penafsiran, yaitu: (a) pernyataan tujuan yang menjelaskan apa yang
harus diketahui peserta didik dan kemampuan melakukan sesuatu dalam mempelajari
suatu mata pelajaran dan (b) spesifikasi skor atau peringkat kinerja yang
berkaitan dengan kategori pencapaian seperti lulus atau memiliki keahlian.
SK merupakan kerangka yang menjelaskan dasar pengembangan program pembelajaran yang terstruktur. SK juga merupakan fokus dari penilaian, sehingga proses pengembangan kurikulum adalah fokus dari penilaian, meskipun kurikulum lebih banyak berisi tentang dokumen pengetahuan, keterampilan dan sikap dari pada bukti-bukti untuk menunjukkan bahwa peserta didik yang akan belajar telah memiliki pengetahuan dan keterampilan awal.
Dengan demikian SK diartikan sebagai kemampuan seseorang dalam:
melakukan suatu§ tugas atau pekerjaan.
mengorganisasikan agar pekerjaan dapat§ dilaksanakan.
melakukan respon dan reaksi yang tepat bila ada§ penyimpangan dari rancangan semula.
melaksanakan tugas dan§ pekerjaan dalam situasi dan kondisi yang berbeda.
SK merupakan kerangka yang menjelaskan dasar pengembangan program pembelajaran yang terstruktur. SK juga merupakan fokus dari penilaian, sehingga proses pengembangan kurikulum adalah fokus dari penilaian, meskipun kurikulum lebih banyak berisi tentang dokumen pengetahuan, keterampilan dan sikap dari pada bukti-bukti untuk menunjukkan bahwa peserta didik yang akan belajar telah memiliki pengetahuan dan keterampilan awal.
Dengan demikian SK diartikan sebagai kemampuan seseorang dalam:
melakukan suatu§ tugas atau pekerjaan.
mengorganisasikan agar pekerjaan dapat§ dilaksanakan.
melakukan respon dan reaksi yang tepat bila ada§ penyimpangan dari rancangan semula.
melaksanakan tugas dan§ pekerjaan dalam situasi dan kondisi yang berbeda.
Penyusunan SK suatu jenjang atau tingkat
pendidikan merupakan usaha untuk membuat suatu sistem sekolah menjadi otonom,
mandiri, dan responsif terhadap keputusan kebijakan daerah dan nasional.
Kegiatan ini diharapkan mendorong munculnya standar pada tingkat lokal dan
nasional. Penentuan standar hendaknya dilakukan dengan cermat dan hati-hati.
Sebab, jika setiap sekolah atau setiap kelompok sekolah mengembangkan standar
sendiri tanpa memperhatikan standar nasional maka pemerintah pusat akan
kehilangan sistem untuk mengontrol mutu sekolah. Akibatnya kualitas sekolah
akan bervariasi, dan tidak dapat dibandingkan kualitas antara sekolah yang satu
dengan sekolah yang lain. Lebih jauh lagi kualitas sekolah antar wilayah yang
satu dengan wilayah yang lain tidak dapat dibandingkan. Pada gilirannya,
kualitas sekolah secara nasional tidak dapat dibandingkan dengan kualitas
sekolah dari negara lain.
Pengembangan SK perlu dilakukan secara
terbuka, seimbang, dan melibatkan semua kelompok yang akan dikenai standar
tersebut. Melibatkan semua kelompok sangatlah penting agar kesepakatan yang
telah dicapai dapat dilaksanakan secara bertanggungjawab oleh pihak sekolah
masing-masing. Di samping itu, kajian SK di negara-negara lain perlu juga
dilakukan sebagai bahan rujukan agar lulusan kita tidak jauh ketinggalan dengan
lulusan negara lain. SK yang telah ditetapkan berlaku secara nasional, namun
cara mencapai standar tersebut diserahkan pada kreasi masing-masing wilayah.
b. Penentuan Standar Kompetensi Mata
Pelajaran
Perlu diingat kembali, bahwa kompetensi
merupakan kebulatan pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang dapat
didemonstrasikan, ditunjukkan, atau ditampilkan oleh peserta didik sebagai
hasil belajar. Sesuai dengan pengertian tersebut, maka SK, adalah standar
kemampuan yang harus dikuasai peserta didik untuk menunjukkan bahwa hasil
mempelajari mata pelajaran tertentu berupa penguasaan atas pengetahuan, sikap,
dan keterampilan tertentu telah dicapai.
Langkah-langkah menganalisis dan mengurutkan SK
adalah:
menganalisis SK menjadi§ beberapa KD;
mengurutkan KD sesuai dengan keterkaitan baik§ secara prosedur maupun hierarkis.
menganalisis SK menjadi§ beberapa KD;
mengurutkan KD sesuai dengan keterkaitan baik§ secara prosedur maupun hierarkis.
Dick & Carey (1978: 25) membedakan dua
pendekatan pokok dalam analisis dan urutan SK di samping pendekatan yang ketiga
yakni gabungan antara kedua pendekatan pokok tersebut. Dua pendekatan dimaksud
adalah pertama pendekatan prosedural, dan kedua pendekatan hierarkis
(berjenjang). Sedangkan gabungan antara kedua pendekatan tersebut dinamakan
pendekatan kombinasi.
Pendekatan Prosedural§
Pendekatan prosedural (procedural
approach) dipakai bila SK yang harus dikuasai berupa serangkaian
langkah-langkah secara urut dalam mengerjakan suatu tugas pembelajaran.
Diagram umum pendekatan prosedural adalah
sebagai berikut :
Diagram 1. Pendekatan Prosedural
Contoh dalam pelajaran Ilmu Sosial Terpadu
(IST) ada beberapa SK yang diharapkan dapat dipelajari secara berurutan. Guru
diharapkan dapat menyajikan mana yang akan didahulukan. Misalnya kompetensi;
(1) Mengidentifikasi konsep-konsep yang membangun IST, (2) Mendeskripsikan
hubungan timbal balik antara manusia dan lingkungannya, dan (3) Mendeskripsikan
perubahan sosial budaya masyarakat. Dari ketiga kompetensi tersebut, maka
kompetensi untuk mengidentifikasi konsep-konsep yang membangun IST harus paling
dahulu dipelajari, setelah itu baru mempelajari dua kompetensi berikutnya. Di
antara kedua kompetensi berikutnya maka penguasaan terhadap kompetensi mendeskripsikan
hubungan timbal balik antara manusia dan lingkungannya lebih didahulukan agar
peserta didik dengan mudah mendeskripsikan perubahan sosial budaya masyarakat,
mengingat perubahan yang terjadi justru sebagai salah satu akibat hubungan
timbal balik antara manusia dengan lingkungannya.
Beberapa hal yang perlu dicatat dari contoh tersebut:
- peserta didik harus menguasai SK tersebut secara berurutan.
- Masing-masing SK dapat diajarkan secara terpisah (independent)
- Hasil (output) dari setiap langkah merupakan masukan (input) untuk langkah berikutnya.
Beberapa hal yang perlu dicatat dari contoh tersebut:
- peserta didik harus menguasai SK tersebut secara berurutan.
- Masing-masing SK dapat diajarkan secara terpisah (independent)
- Hasil (output) dari setiap langkah merupakan masukan (input) untuk langkah berikutnya.
§ Pendekatan Hierarkis
Pendekatan hierarkis menunjukkan hubungan
yang bersifat subordinatif antara beberapa SK yang ingin dicapai. Dengan
demikian ada yang mendahului dan ada yang kemudian. SK yang mendahului
merupakan prasyarat bagi SK berikutnya.
Untuk mengidentifikasi beberapa SK yang
harus dipelajari lebih dulu agar peserta didik dapat mencapai SK yang lebih
tinggi dilakukan dengan jalan mengajukan pertanyaan “Apakah yang harus sudah
dikuasai oleh peserta didik, agar dengan pengajaran yang seminimal mungkin
dapat diketahui SK yang diperlukan sebelum peserta didik dapat menguasai SK
berikutnya?”
Untuk memperjelas, berikut disajikan
diagram analisis SK menurut pendekatan hierarkis dalam mata pelajaran matematika.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar