MEMILIH SEKOLAH YANG BAIK DAN TEPAT

Hampir semua sekolah saat ini mengklaim dirinya sebagai sekolah   unggulan dengan berbagai variasi kata seperti sekolah teladan, sekolah         favorit dsb. Namun nyatanya begitu anak kita disekolahkan di sana malah dinyatakan bermasalah atau mogok sekolah.
Yang lebih buruk lagi sekolah yang mengklaim dirinya unggulan tadi tidak mampu membuat semua anak menjadi anak yang unggul dibidangnya masing-masing, padahal untuk bisa masuk saja anak kita harus di saring dulu, dipilih dulu mana yang layak di didik dan tidak layak didik.          

Bagaimana mungkin sebuah mesin yang bahan bakunya emas dan hanya
menghasilkan emas kembali bisa dikatakan sebagai mesin yang unggul.
Bahkan tukang emas di pasar pun sangat pandai untuk membuat perhiasan
emas dari bahan baku emas. Justru sebuah mesin yang hebat dan unggul
mestinya mampu membuat sesuatu dari bahan baku yang dianggap tak
bernilai/sampah menjadi suatu produk yang bernilai jual seperti emas.

Oleh karena itu agar kita tidak bingung dan terjebak pada persaingan
promosi Sekolah ada baiknya kita membaca ciri-ciri sekolah yang
benar-benar unggul yang nantinya bisa dipastikan akan membuat
anak-anak kita benar-benar unggul di kehidupan nyata.

Berikut ini ada sebuah tulisan yang mungkin baisa membantu kita semua
para orang tua yang hendak mencari sekolah bagi putra-putrinya.

I. Hasil Penelitian Pada Sistem Sekolah yang ada pada umumnya:

Berpusat pada Jasmani saja, bukan pada Jasmani dan Rohani (Holistic)
kurangnya pemahaman mengenai aspek rohani yang meliputi fungsi-fungsi
kerja otak dan psikologi perkembangan anak dll.

Berpusat pada kepentingan guru bukan murid (yang penting sudah ngajar
tak perduli murid mengerti atau tidak). Pertanyaan yang lazim diantara
para guru dan kepala sekolah....eh sudah sampai dimana ngajarnya....?
wah aku mesti ngebut nich waktunya sudah hampir habis.

Berpusat pada target materi/kurikulum bukan dinamika kelas (yang
penting target selesai, tak perduli kelas pasif, ribut atau murid
bolos sekalipun)

Berpusat pada pemahaman fungsi otak yang terbatas (IQ) bukan pada
Multiple Intelligence (Kecerdasan Unik tanpa batas) Pengakuan anak
pandai yang sangat terbatas pada kemampuan Eksakta & Verbal. “Jadi
wajar bila dalam tiap kelas paling-paling Cuma ada 5 orang saja yang
pandai dan bisa mengikuti pelajaran dengan baik.
Berpusat pada kemampuan Naluri Mengajar bukan pada keahlian
profesional mengajar berdasarkan pelatihan. (Sebagian besar guru
mengajar berdasarkan naluri dan sedikit pengalaman bagaimana mereka
dulu di ajar)

Berpusat pada LOWER ORDER THINKING bukan Highly Order Thinking.
(Menghapal soal yang Jawaban sudah ada/dimiliki gurunya)

Berpusat pada 1 Model TES (Verbal Test Model/Schoolastic Aptitude
Test) bukan berdasarkan tes beragam yang disesuaikan dengan jenis
bidang dan mata pelajaran dan keunggulan spesifik anak.

Berpusat pada hasil akhir (hanya sebagai uji ingatan bukan pada proses
perbaikan yang diamati dan dicatat dari waktu kewaktu)

Berpusat pada proses Imaginatif bukan realitas (anak kita tidak pernah
mengerti manfaat ilmu yang diajarkan bagi realitas hidup mereka kelak)

Guru sebagai sumber kebenaran (sindrom Teko Cangkir bukan korek api
dan kayu bakar) bahwa guru hanya sebagai menuang air bukan pembangkin
minat belajar anak.

Berpusat pada ruang dan tempat yang terbatas. (Bayangkan anda duduk
disatu ruangan selama berjam-jam, apa lagi kursinya keras) nah itulah
yang dialami murid-murid di sekolah kita, duduk dibangku yang keras
selama berjam-jam.

Miskinnya pemberian dukungan belajar/Motivasi dari para guru (guru
lebih suka memuji yang sukses dari pada membangkitkan yang gagal serta
memuji usaha kebangkitannya, terlepas dari kegagalan demi kegagalan
(Sindrom Belajar Sepeda) Dalam belajar sepeda kita bisa baru bisa naik
sepeda setelah beberapa kali mengalami kegagalan. Tidak pernah ada
anak yang langsung bisa naik sepeda tanpa pernah jatuh.

Guru sebagai penguji bukan sebagai pembimbing, Guru merasa tidak
bertanggung jawab terhadap kegagalan para siswanya dalam ujian yang
dibuatnya sendiri. Salah satu sistem pendidikan di perguruan tinggi di
AS. menempatkan dosen sebagai pendamping, sedangkan yang menentukan
kelulusan adalah pihak luar sekolah yang juga merupakan user dari si
siswa. Kegagalan siswa dalam ujian sekaligus menunjukkan kegagalan
dosen dalam mengajar.

Berpusat pada Tradisi bukan Kreatifitas (HOT SPOT – Hot Spot adalah
kurikulum dinamis dan pembahasan masalah yang tidak didasarkan pada
buku wajib, malainkan dibahas dan dikembangkan dari kasus-kasus yang
sedang terjadi disekitar kehidupan anak-anak), Sementara Tradisi
Kurikulum adalah statis, selalu sama yang diajarkan dan sering kali
tidak relevan dengan perubahan zaman yang dialami siswanya sekarang,
sehingga pendidikan dari waktu-kewaktu tidak mengalami kemajuan. Ingat
waktu kita masih kecil bagaimana kita diajari menggambar..... apa yang
yang kita gambar.....? Pemandangan dengan dua buah gunung, jalan
ditengahnya, pohon dipinggir jalan.....? nah itulah salah satu contoh
metode “Tradisi” dalam mengajar.

Sekolah Lebih tepat disebut sebagai Lembaga Pengajaran bukan Lembaga
Pendidikan, (Mengajar adalah membuat tidak tahu menjadi tahu, tidak
bisa menjadi bisa sedangkan Mendidik adalah membuat anak tidak mau
menjadi mau.) Sasaran mengajar adalah Ilmu sedangkan sasaran mendidik
adalah moral dan karakter. Oleh karena wajar jika banyak anak didik
disekolah yang justru memiliki karakter sama seperti orang yang tidak
terdidik.

II. Hasil Riset Sistem Sekolah Berbasiskan Multiple Intelligence dan
Holistic Learning
Selain memperhatikan unsur-unsur tersebut di atas, ada beberapa poin
yang dapat membantu orang tua dalam memilih sekolah yang benar-benar
berkualitas bagi masa depan anaknya.

Memiliki Konsep Sekolah yang jelas dan tepat
Konsep sekolah sangat penting, karena konsep ibarat sebuah “resep”
dalam pembuatan kue, Hanya konsep yang tepat sajalah yang akan
menghasilkan kue-kue yang berkualitas. Oleh karena itu jenis kue yang
sama sering kali memiliki rasa yang berbeda-beda. Hanya kue dengan
resep yang tepatlah yang dapat menghasilkan rasa yang lezat dan
disukai.

Pemahaman yang mendalam akan konsep sekolah
Seluruh Jajaran mulai dari pimpinan, guru, administrasi secara
keseluruhan mengetahui dan memahami Konsep Dasarnya yang dimiliki oleh
sekolahnya, dan menerapkan konsep tersebut kepada siswa dalam proses
belajar dan mengajar.

Program Pengembangan SDM yang kontinyu
Guru-guru yang secara terus-menerus mendapat pelatihan dan program
pengembangan yang berhubungan dengan pengetahuan dan kemampuan
keahliannya.

Melibatkan Orang tua dan anak secara aktif
Proses ini akan sangat membantu kedua belah pihak untuk dapat menjamin
tersolusikannya setiap permasalahan anak. Karena anak pada dasarnya
merupakan produk orang tua dan sekolahnya. Hal ini dapat dilakukan
misalnya dengan mengadakan pelatihan pendidikan bagi orang tua,
Voluntary Parent, Pemecahan Problem Prilaku Bersama, Kunjungan ke
Objek Pembelajaran Luar Sekolah.

Dasar Rekrutmen Guru-guru yang tepat dan ketat
Pemilihan guru dan para pendidik harus lebih mengutamakan pada
Kecintaan kepada anak serta bidang pendidikan bukan pada Gelar-gelar
akademik semata, karena banyak sekali guru yang bergelar tinggi tapi
justru tidak mencintai bidangnya.

Guru yang memahami psikologi perkembangan anak
Para gurunya memiliki pemahaman yang mendalam mengenai psikologi anak
dan pendidikan. (Psikologi Perkembangan, Gaya Belajar, Komunikasi).
Dia bisa menjelasakan tidak hanya apa yang diberikan dalam proses
pembelajaran akan tetapi juga mengapa dan untuk apa hal itu diberikan
pada anak.

Para guru yang menguasai teknik-teknik pengajaran dan pendidikan
Guru harus menempatkan posisinya sebagai sahabat bagi siswa bukan
sebagai instruktur; sehingga siswa merasa belajar dengan sahabatnya
bukan dengan instrukturnya.

Sistem dan Pola Pembelajaran yang mengacu pada proses perkembangan
kemampuan secara berkala, bukan pada ujian akhir
Penilaian hasil sebuah pembelajaran adalah proses peningkatan dari
waktu-kewaktu kemampuan siswa, mulai dari tidak bisa menjadi bisa dan
mahir bukan hanya berbasiskan tes/ujian di akhir masa pembelajaran
saja. Sistem ini disebut sebagai “Portfolio Management”

Sistem Pendidikan dan Pengajaran yang memberdayakan kemampuan unggul
“unik” setiap anak

Tidak memberlakukan sistem ranking dan rata-rata kelas, akan melainkan
menggunakan sistem yang mengidentifikasi keunggulan dan kelemahan
masing-masing individu dengan berfokus pada keunggulannya. Sehingga
anak paham akan potensi keunggulan dirinya masing-masing.

Tidak menggunakan kelas sebagai satu-satunya tempat belajar
Setiap tempat adalah tempat belajar yang baik dan sempurna bagi siswa,
sementara kelas adalah hanya salah satunya.

Tidak menggunakan papan tulis dan buku sebagai satu-satunya media belajar
Media belajar yang baik adalah dengan membuat alat pembelajaran
sendiri dari lingkungannya dengan mengandalkan ide-ide kreatif dari
guru dan siswa. Buku dan papan tulis hanyalah alat bantu untuk
memvisualisasikan apa yang diinginkan oleh guru pada siswanya.

Materi yang seimbang antara akademik dan life skill
Diluar sekolah anak akan menghadapi berbagai macam tantangan kehidupan
nyata bagi dirinya saat ini dan kelak setelah dewasa. Oleh karena itu
pembelajaran kehidupan dan bagaimana untuk dapat hidup dimasyarakat
jauh lebih utama untuk dikuasai oleh para siswa. Bukan hanya
mengagung-agungkan nilai EBTA, Sumatif Tes atau IPK, yang nyata-nyata
kontribusinya tidak besar bagi sukses kehidupan anak kelak.

Mau menerima masukkan dari luar untuk proses pengembangan sistem pembelajaran
Jelas bahwa sekolah bukanlah institusi yang paling sempurna dalam
mendidik dan mengembangkan kemampuan siswa, oleh karenanya sekolah
sangat memerlukan berbagai masukan yang tepat dari berbagai pihak
untuk dapat mendidik lebih baik.
Anak antusias, kreatif, kritis dan senang sekali bersekolah dan diajak
bicara tentang sekolahnya. Ini merupakah alat ukur yang paling mudah
bagi orang tua yang ingin mengetahui apakah sekolah yang dipilihnya
cocok untuk anaknya














REFERENSI
Daryanto. Meraih bintang disekolah. PT Elex media Kompotindo. Jakarta : 2009
Purnama Dian. Cermat Memilih sekolah.CV Trans Media. Jogjakarta : 2010

Tidak ada komentar:

Posting Komentar